Jumat, 23 November 2007

kemana whale shark betina?

Tahukah sodara bahwa whale shark atau hiu bodoh (Rhinesodon typus) merupakan ikan laut terbesar dengan panjang mencapai 20 m dan berat sekitar 45 ton?. Sekali lagi IKAN LAUT terbesar. Tolong BEDAKAN dengan mammalia laut ya!!

^ ”Bedanya apa?”

Karena mammalia laut terbesar di dunia “Blue Whale” atau “Sulphur Bottom Whale” (Balanoptera musculus). Ini ikan paus. Betina dewasanya memiliki panjang rata-rata 28,66 m dan beratnya 106 ton

^ ”Anjritttt...satu gerbong kereta dong?”

* ”Iya...beda-beda dikit lah..."

Mendengar shark, sodara pasti menduga bahwa ikan ini ganas. Jangan samakan dengan yang sodara tonton di ”shark”, ”jaws” atau ”deep blue sea”. Ikan ini kalem kok...makanya disebut hiu bodoh alias ”hiu kok kalem...??” Ikan ini tidak pernah diketahui sebagai penyerang manusia.

Whale shark, merupakan salah satu dari tiga hiu yang merupakan filter-feeders, menggunakan penggaruk bertakeran (gill rakers) untuk menciduk udang, ikan kecil-kecil dan binatang laut kecil-kecil lainnya sebagai makanan utamanya. Hewan ini mempunyai insting luar biasa dalam menemukan konsentrasi pusat makanan. Dia terlihat di lebih dari 100 tempat di dunia – termasuk Filipina, Laut Cina Selatan dan Indonesia, sekitar India, Australia dan Afrika, sekitar Mexico, Amerika Serikat dan Kepulauan Galapagos (Ecuador).

Pada waktu-waktu tertentu sebenarnya sodara bisa melihat di beberapa perairan Indonesia. Di Bali utara (Lovina-Celukanbawang sampai Gilimanuk), beberapa kali ikan ini nampak ke permukaan. Masyarakat menyebutnya sebagai “ulam agung” atau ikan besar atau ikan dewa. Di sepanjang perairan Teluk Cenderawasih-Papua, sodara bisa menjumpai ikan ini di Tanjung Mangguar. Meskipun ikan ini katanya termasuk ikan penjelajah, namun ikan yang ada di Tanjung Mangguar ini sepertinya termasuk resident.

^ ”Kalau yang biasa ditangkap oleh penduduk Lamalera, jenis yang ini juga gak?

* ”Bukan...itu biasanya dari jenis paus atau sperm whale. Mereka menggunakan cara tradisional melalui aksi lamafa, meskipun sekarang juga dianggap membahayakan bagi kelestarian paus”

Whale shark mempunyai ciri khas berupa bintik-bintik bercahaya seperti bintang. Bintik-bintik inilah sebagai penanda jenis seperti juga pada manta rays mempunyai tanda gelap di badan bagian bawahnya, blue whales mempunyai tanda di sisinya. Grey nurse mempunyai pola juga termasuk wrasse dan banyak ikan karang. Di darat, anjing liar Afrika dan macan tutul dapat dikenal dari tutul-tutulnya dan tanda di kulitnya. Zebra atau jerapah dari pola garis-garisnya. Pola kumis pada harimau dapat dipakai untuk mengindentifikasi.

^ ”Kalau pada manusia apa dong penanda jenisnya?”

* “Sidik jari, retina mata, atau melalui DNA”

Kembali lagi ke whale shark, Konon, ikan ini pertama kali tercatat pada tahun 1828, dan hanya 350 individu tercatat dalam 150 tahun berikutnya. Karena ikan ini jarang bisa diketemukan, sehingga keberadaannya, cara berkembang biak atau tempat tinggal kesukaannya belum banyak diketahui. Selain sukar ditemukan, ikan ini juga sukar ditangkap (berat booo....). Hal ini membuat kecendruingan ikan ini terancam menjadi punah. Bahkan ternyata hewan ini hanya dilindungi di beberapa negara aja lho....

^ ”Termasuk Indonesia?”

* ”Mbuh....”

Kecepatan renangnya antara 1-5 meter per detik, sungguh pas untuk observasi. Meskipun dapat menyelam sedalam 1.500 meter, namun ikan ini lebih sering berenang kepermukaan. Sifatnya yang tenang menjadikan dia tidak bahaya dibanding dengan hiu lain yang besar. Tetapi dia juga bisa dinamis.
Ikan ini langka, namun sayangnya saat ini sebagian besar hanya para pemburu yang menganggapnya sebagai nilai penting. Status pelestariannya tercatat di tahun 1996 sebagai “data tidak sempurna”. Kemudian laporan mulai berdatangan bari para praktisi kelautan bahwa jumlahnya menurun, dan orang akhirnya menyadari betapa mudahnya mereka diserang.

Ikan ini punya hanya sedikit musuh. Meski orcas dan hiu ganas kadang menyerang whale shark muda, namun ikan ini masuk dalam daftar panjang jenis yang jadi korban selera kegemaran manusia akan makanan laut. Akhir tahun 1990an, permintaan daging dan sirip whale shark di pasar Asia melonjak, khususnya di Taiwan dan Cina. Untuk memenuhi permintaan, orang mencari whale shark dari Filipina, India dan Lautan Pasifik.

Untuk bertahan, whale sharks tergantung pada banyaknya populasi binatang laut kecil-kecil yang mencerminkan kondisi lautnya serta bioproduktivitasnya. Karena whale sharks berkelana sangat jauh untuk mencari makan, demografis ikan ini dapat menjadi indikasi kesehatan laut dan dampaknya bagi manusia.

Dari pada memburu ikan hiu ini, lebih menguntungkan membiarkan mereka hidup. Whale shark di Ningaloo misalnya, mampu menarik lebih dari 5.000 pengunjung setahun, paling banyak dari April hingga Juni, menghasilkan devisa senilai lebih kurang 10 juta US$. Seekor whale shark hidup lebih banyak menghasilkan uang daripada kalau dia mati.

Whale shark pantas untuk dilestarikan dan kita bisa melakukan hal itu!!! Whale shark adalah seekor binatang yang besar, cantik, karismatik dan tidak berbahaya. Merupakan satu tanda kesehatan lautan. Dan masih banyak hal yang merupakan misteri mengenai whale shark.
Masih banyak hal-hal yang merupakan tanda tanya yang masih harus dijawab. Dimana mereka berkembang biak? Atau waktu hiu jantan muda berkumpul, tidak ada yang tahu dimana betinanya berada?

^ ”Kok bisa ya...betinanya menghilang begitu saja?”

* ” Sumpah...bukan saya yang melarikannya..”

Kamis, 22 November 2007

koteka, berbagi fungsi nasibmu kini

^ ”Kemarin sampeyan sudah cerita sedikit banyak tentang apa itu koteka dan moge, terbuat dari apa barang itu, bentuknya dan gunanya untuk apa saja... Tapi selama aku di Papua kok jarang sekali melihat orang pake koteka dan moge yo?..meskipun ketika aku jalan-jalan ke Wamena atau pegunungan Nabire. Palingan yang ada hanya untuk atraksi saja, abis foto-foto mereka langsung ngabur pake pakaian seperti kita lagi”

* ”Hmmm..ceritanya hampir sama ketika saya, jarang sekali sekarang melihat orang-orang Madura makan jagung. Produk jagung mereka melimpah ruah, tapi mereka malah memilih antre berpuluh-puluh meter di depan kantor desa untuk mendapatkan jatah beras”

Memang seiring waktu, koteka tak lagi dipakai. Apalagi benda ini dilarang di kendaraan umum dan sekolah-sekolah. Kalaupun ada, koteka hanya untuk diperjualbelikan sebagai cenderamata saja. Kita dengan mudah mendapatkannya di took-toko souvenir, atau di bandara.
Di kawasan pegunungan, seperti Wamena-pun, koteka hanya kadang-kadang saja dipakai. Itupun hanya untuk kepentingan wisata saja. Untuk berfoto dengan pemakainya, wisatawan harus merogoh kantong beberapa puluh ribu rupiah.

Sejak injil pertama kali dianjarkan di tanah Papua, para misionaris sudah mengampanyekan pengunaan celana pendek sebagai penganti koteka. Tapi tentu saja hal itu tidak mudah. Suku Dani di Lembah Baliem misalnya, saat itu mau menggunakan celana, namun tetap mempertahankan koteka.

Kampaye ini dipertegas lagi oleh Pemerintah RI sejak 1960-an. Melalui tangan-tangan para gubernur Papua, sejak Frans Kaisiepo pada 1964, kampanye antikoteka digelar.

Lebih kedepan lagi, pada 1971, dikenal istilah "operasi koteka". Operasi ini digelar dengan membagi-bagikan pakaian kepada penduduk secara gratis. Namun meskipun gratis, karena tidak ada sabun, pakaian itu akhirnya tak pernah dicuci. Pada akhirnya warga Papua malah terserang penyakit kulit.

* ”Ini ironi atau hal biasa?”

^ ”Yoo wajar saja toh? Lha wong jaman sudah beradab seperti sekarang ini kok masih pake koteka... Ntar kena pasal UU pornografi malah...”

* ”Peduli amat dengan UU pornografi? Siapa yang berani bilang bahwa memakai pakaian seperti kita ini jauh lebih beradab. Siapa yang bilang bahwa memakai bikini lebih sopan dibanding koteka atau moge? Coba ...apa sodara nafsu melihat para wanita papua memakai moge?

^ “Yo ora to..... Kecualiiiiii....”

* “Kecuali apa?”

^ “Kecuali yang memakainya Nadine Candrawinata”

koteka, berbagai ukuran berbagi fungsi


* “Apa yang pertama kali terlintas di benak sodara ketika berbicara tentang Papua?”

^ “Koteka, hutan, papeda, puncak Jaya, Jayapura, buah matoa, suku asmat, Raja Ampat, Lembah Baliem, hitam keriting, OPM, perang suku. Mmmmm…apa lagi ya?

Iya..sodara tidak salah, karena dulu saya juga mendapat kesan seperti sodara. Ciri-ciri yang sodara sebutkan tadi memang memberikan kesan kepada Papua. Padahal kalau kita mau jujur, bukan hanya itu. Masih banyak hal yang bisa diexplore di daerah mutiara hitam dari timur ini Menjelajah papua ternyata memang memberikan kesan tersendiri. Sungguh berbeda dengan apa yang kita dengar dan lihat di media.

^ “Bedanya dimana?”

* “Mari saya ajak sodara melihat satu persatu”

Pertama. Seperti juga sodara, ketika pertama kali akan berangkat menuju Papua, kesan saya adalah “Yes…saatnya saya akan melihat orang-orang yang memakai koteka”. Saudara tau apa sesungguhnya koteka itu? Terbuat dari apa? Di penjuru Papua sebelah mana kita bisa melihat orang menggunakan koteka?

Agar sodara paham, tidak semua suku di Papua menggunakan koteka sebagai penutup aura laki-laki. Jangan sodara bandingkan dengan jaman sekarang yang sebagian besar penduduk papua sudah menggunakan pakaian dari kain!! Begitulah...hanya di bagian tertentu saja kita bisa melihat koteka. Bahkan pada jaman Nabi Nuh-pun mungkin tidak semua penduduk Papua menggunakan koteka.

Koteka sebagai pakaian tradisional penutup aura laki-laki, biasa digunakan oleh suku-suku yang mendiami pegunungan sepanjang Wamena, Puncak Jaya sampai Nabire. Sedang penduduk yang ada disekitar pesisir lebih memilih menggunakan rumbe-rumbe dan cawat atau dalam istilah mereka disebut Moge.

Rumbe-rumbe merupakan sejenis celana atau rok yang terbuat dari kulit kayu khusus yang dihaluskan. Saking halusnya bahan ini, sampai-sampai bisa digunakan sebagai selimut, hangat lho... Bahan yang halus ini dibuat dengan cara merebus kulit kayu tersebut berulang-ulang, kemudian ditumbuk selanjutnya disisir dengan duri-duri liana hutan. Ada kalanya rumbe-rumbe dibuat dari bahan rerumputan panjang.

^ ”Bagimana dengan koteka?”

Koteka adalah pakaian untuk menutup kemaluan laki-laki. Koteka terbuat dari kulit labu (Lagenaria siceraria), dengan cara labu tersebut dibersihkan, kemudian dagingnya dikeluarkan tanpa merusak kulitnya. Nah...kulit labu ini dijemur dan selanjutnya koteka siap dipakai. Secara harfiah, kata ini bermakna pakaian, berasal dari bahasa salah satu suku di Paniai-Nabire. Sebagian menyebutnya holim atau horim.

Koteka ternyata ada berbagai bentuk. Ada yang bulat, bentuk L, dan lonjong biasa seperti mentimun. Ukurannya pun berbeda-beda. Perbedaan ukuran ini bukan semata disebabkan oleh perbedaan isi didalamnya namun juga mencirikan status seseorang.

^ “Wah…sampeyan sepertinya cocok menggunakan bentuk L ya..??”

* ”Hushhh...diam sodara!!!!!”

Semakin tinggi jabatan dan strata social dalam suku tersebut maka dia berhak memakai koteka dengan ukuran yang lebih besar. Anak-anak kepala suku biasanya memakai koteka yang berbentuk bulat. Seorang laki-laki ketika menginjak usia 5-13 tahun harus sudah mengenakan koteka sebagai busana pria. Dan yang menarik adalah, khusus kalangan raja atau kepala suku, koteka mereka akan diwariskan kepada anak cucunya. Persis seperti pewarisan tongkat atau keris kerajaan di Jawa.

^Asalkan tidak mewariskan penyakitnya juga...!!"

Selain itu, ukuran koteka juga berkaitan dengan aktivitas pengguna, mau bekerja atau upacara. Banyak suku-suku di Papua dapat dikenali dari cara mereka menggunakan koteka. Koteka yang pendek digunakan saat bekerja, dan yang panjang dengan hiasan-hiasan digunakan dalam upacara adat. Namun demikian, setiap suku memiliki perbedaan bentuk koteka. Orang Yali, misalnya, menyukai bentuk labu yang panjang. Sedangkan orang Tiom biasanya memakai dua labu.

Fungsi koteka juga bukan hanya semata sebagai penutup aura. Khusus koteka yang berukuran besar, barang ini juga berfungsi sebagai penyimpan barang kalau bepergian. Semacam tas, bisa diisi obat-obatan, rokok, minuman atau mungkin makanan.

* ”Gimana...sodara tertarik makan biskuit yang disimpan dalam koteka?

^ ”Halah...sampeyan saja yang makan!!

Selasa, 20 November 2007

cenderawasih dalam tari

Dua bulan ini saya mempunyai kebiasaan baru sehabis jam kerja. Pertama adalah olahraga sore di lapangan dan yang kedua setelah olahraga saya segera menuju halaman rumah sebelah kantor. Ada apa disana? Sekelompok anak-anak muda sedang latihan menari. Tarian Cenderawasih.

Ada yang menarik dari tarian ini. Pertama, anak-anak muda ini sangat fasih mengekspresikan geliat burung cenderawasih dalam tarian. Kedua, berbicara tentang burung cenderawasih, meskipun saya sudah hampir setahun berada di papua, namun baru sekali saja melihat burung ini menari di alam. Itupun saya harus berjalan 2 (dua) hari untuk sampai pada habitat burung ini. Pertanda apa ini?

^ ”Sampeyan kok seperti paranormal, bicara pertanda..”

* ”Lha memang burung ini memang tidak jauh dari paranormal dan takhayul kok”

Burung Cenderawasih termasuk dalam keluarga Paradisaeidae. Jadi sebenarnya burung ini sekeluarga dengan burung gereja. Artinya...diluar keindahan bulu yang dimiliki oleh burung ini, sesungguhnya dia termasuk jenis burung yang berkicau primitif. Tidak beda jauh dengan Jalak Bali.

^ ”Maksud sampeyan mereka mempunyai nasib yang sama gitu? Menuju kepunahan?

Dari sekitar 45 jenis burung yang disebut Cenderawasih, yang paling terkenal karena bulu mereka adalah jenis dari genus Paradisaea. Yaitu termasuk jenis burung Cenderawasih besar, Paradisaea apoda

Jenis ini digambarkan dari contoh yang dibawa ke Eropa selama ekspedisi perdagangan rempah-rempah abad 16. Spesimen ini disediakan oleh para saudagar dengan membuang kaki dan sayap mereka. Hal inilah yang mendorong kepada kepercayaan bahawa burung ini tidak punya kaki, sehingga tidak pernah hinggap tetapi tetap melayang hanya oleh bulu mereka. Kejadian ini pula yang akhirnya memberi mereka nama dalam bahasa inggris sebagai "burung sorga - birds of paradise" dan nama ilmiah ”apoda” tanpa kaki.

Celakanya, cerita ini kemudian berkembang menjadi takhayul bahwa burung Cenderawasih berasal dari dari kayangan. Ia dikatakan hanya minum air embun dan apabila ia jatuh di bumi, ia akan mati, namun badannya tidak akan hancur. Konon burung ini membawa tuah pula, berkhasiat tinggi sebagai obat. Ia juga dikaitkan dengan pelaris kepada siapa saja yang memilikinya. Burung cenderawasih juga dipercayai sebagai penjaga sejenis batu permata (zamrud hijau) yang tinggi nilainya di masyarakat nusantara.

^ ”Ternyata burung ini banyak manfaatnya ya?”

Saya berkesimpulan bahwa takhayul ini sebagai biang keladi menurunnya populasi burung ini di Papua. Kepercayaan salah kaprah ini seperti pisau bermata 2. Satu sisi menyebabkan orang berlomba-lomba untuk mendapatkan burung tersebut. Namun disisi lain bisa menjadi senjata sebagai opsi melindungi burung ini dari kepunahan. Namun sayangnya justru sisi yang pertama lebih dominan.

Mungkin dengan melihat kembali tarian Cenderawsih yang dimainkan oleh anak-anak muda Papua dengan penuh ironi ini, kiranya dapat membangkitkan kesadaran kita bahwa burung ini butuh privasi untuk berkembang biak. Mereka butuh perlindungan terhadap habitatnya agar bisa beranak pinak. Dan pada akhirnya saya dan sodara tidak perlu lagi berjalan 2 hari untuk dapat melihat burung tersebut.

^ ”Tapi aku butuh 2 juta untuk sampai ke Papua”

betang membentang

* ”Apa yang telintas di benak sodara ketika mendengar kata rumah betang?”

^ ”Rumah yang terbentang. Rumah yang ada hubungannya dengan petang hari. Hmmm..sebenarnya tidak ada yang telintas sama sekali di benak, aku baru pertama kali mendengarnya”

Rumah Betang adalah rumah adat khas suku Dayak. Sodara dengan mudah mendapatkan rumah betang di Kalimantan terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak. Sekedar pengetahuan saja, sungai merupakan jalur transportasi utama bagi suku Dayak untuk melakukan berbagai mobilitas kehidupan sehari-hari seperti pergi bekerja ke ladang atau melakukan aktifitas perdagangan. Sodara masih ingat iklan RCTI OK, yang syutingnya di pasar terapung? Itu syutingnya di Banjarmasin. Nah...mungkin seperti itulah gambaran aktivitas perdagangan orang-orang Dayak.

Kembali ke rumah betang. Menurut seorang bapak tua yang saya gak tau namanya yang saya temui di Kapuas Hulu, rumah betang adalah rentetan rumah pribadi yang bersambung menjadi satu-kesatuan. Sangat berbeda dengan sistem perumahan yang dibangun ditempat lain yang sangat mencerminkan individualitas, rumah betang memberikan nuansa tersendiri sebagai rumah yang terbuka, harmonis dan akrab satu sama lain.

Kondisi sumberdaya kayu yang melimpah di Kalimantan, setidaknya dulu, menyebabkan konstruksi bangunan dibuat dari bahan-bahan pilihan. Rumah betang dibangun dari kayu belian atau ulin yang kokoh. Tiang-tiang utamanya berukuran 20 X 40 cm. Tiap bilik atau lawang atau pintu membutuhkan kurang lebih 24 tiang utama seperti itu, yang ditunjang dengan puluhan tiang lainnya. Sebatang tiang utama membutuhkan 10-15 orang untuk mengangkutnya.

^ ”Oalahh mak....berat amat...!!”

Bentuk dan besar rumah betang bervariasi di berbagai tempat, umurnya pun sebagian besar sudah tua. Ada rumah betang yang mencapai panjang 200 meter dan lebar hingga 30 meter. Seperti rumah betang di Dusun Sunge Uluk Apalin, didirikan 65 tahun silam mencakup 54 bilik dengan panjang 286 meter. Setiap keluarga menempati satu bilik yang di sekat-sekat. Artinya rumah betang ini dihuni oleh 54 KK. Andaikan satu KK beranggotakan minimal 4 orang, artinya dalam satu rumah betang mampu dihuni oleh setidaknya 220 jiwa.

^ ”Satu kampung dunk?”



Nah itu baru satu rumah saja saja. Sedangkan satu unit pemukiman bisa memiliki rumah betang lebih dari satu buah tergantung dari besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian tersebut.

^ ”Kok seperti rumah susun?

* ”Ada bedanya...”

Lebih dari bangunan untuk tempat tinggal, sebenarnya rumah betang adalah jantung dari struktur sosial kehidupan suku Dayak. Budaya Betang merupakan cerminan kebersamaan. Sangat berbeda dengan rumah susun atau apartemen yang lebih mementingkan diri sendiri, tanpa aturan meskipun hidup satu atap atau bangunan. Namun, di dalam rumah Betang, setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat. Rumah betang dibangun untuk menciptakan keamanan bersama, berbagi makanan, suka-duka maupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan ladang. Sangat khas budaya ketimuran. Kehidupan komunal

Rasa kebersamaan dan persaudaraan tampak setiap ada permasalahan yang menimpa salah satu penghuni. Jika salah satu anggota keluarga ada yang meninggal dunia maka penghuni yang lain akan berkabung mutlak diberlakukan selama satu minggu bagi semua penghuni dengan tidak menggunakan perhiasan, tidak berisik, tidak minum tuak dan dilarang menghidupkan peralatan elektronik. Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di rumah Betang adalah nilai kebersamaan (komunalisme) di antara para warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang mereka miliki.

^ “Kalau begitu keadaannya saya jadi berpikir. Dengan hanya dibatasi bilik dari kayu, lantaipun kayu, kalau sepasang penganten baru ingin menikmati malam pertamanya gimana? Kan berisik? Masa dinikmati bersama-sama juga...?

* ”Justru disitulah seninya. Menciptakan gemuruh tanpa suara”

Minggu, 18 November 2007

adakah sampeyan seperti...?? ( Part II )

^ "Lalu bagaimana kelanjutan kisah sampeyan yang kemaren itu?"

Kini...
Saya telah bergelar sarjana, sebuah gelar yang umumnya malah tidak dimiliki oleh para aktifis kampus lainnya. Dan, semuanya selalu berjalan seperti yang apa yang saya inginkan. Dunia mahasiswa di kampus atau di pergerakan bagi saya seperti bermain game, dengan kode curang (cheat code) semua prosesnya dapat dilewati dengan satu kata; Kemenangan. Namun seperti waktu bagi kebanyakan mantan aktifis- saya juga merasa telah berubah pada wujud yang asli. Tiba-tiba kini saya makin percaya bahwa Plato, David Hume, Berkeley, dan berujung pada Hegel adalah panutan terbaik yang harus saya ikuti, mereka adalah dewa-dewa dalam alam ideologi borjuasi.

Cap hedonisme yang kerap kali saya lontarkan pada mahasiwa yang hanya bergaya dikampus rupanya enak juga di kecap. Dan rupanya untuk itulah saya hidup, yaitu sebagai bagian materialistik-mekanistik seperti apa yang ada diotak Aristippus of Cyrine dan Epicurus kira-kira 500 SM yang lampau. Inilah hidup saya, egois guna meraih kesenangan adalah tujuan akhir dari kehidupan yang paling mulia bagi setiap insan. Dan bukankah pahlawan ekonomi kapitalis, Jhon Maynard Keynes pernah berujar bahwa keserakahan adalah modal utama bagi umat manusia meraih kemakmuran?

Akhirnya tahapan kedua telah menanti, dan saya yakin saya akan menang. Sebab di panggung politik Republik Entah Berantah ini yang menang adalah mereka yang busuk. Lihatlah, betapa koruptor pun bisa mencalonkan diri sebagai presiden. Konglomerat bebas mengemplang utang negara. Pemerintah menyelamatkan koruptor. Suap adalah syarat tunggal administrasi. Hukum berbanding lurus dengan uang. Ah saya yakin sekali bahwa saya adalah generasi penerus yang dinanti-nantikan negeri ini. Sebab, karakter sarjana model saya memang benar-benar cocok dinegeri ini.

^ “Siapa sebenarnya yang menjadi tokoh dalam tulisan ini”

* “Bisa jadi saya atau mungkin sodara”

Sabtu, 17 November 2007

adakah sampeyan seperti...?? ( Part I )

Suatu malam di warung bu Lestari

^ “Sampeyan baca apa?”

* “Oh..ini ada tulisan usang tapi saya pikir enak untuk saya baca”

^ “Tentang apa sih?”

* “Hmmm...ni...saya bacaken..!!”

Anda boleh menamai saya siapa saja. Sebab, saya bisa berubah-ubah dan bertukar wajah dengan siapa. Bagi saya, raut muka bukanlah masalah, sebab saya memang tidak hanya satu, bahkan bisa puluhan atau ratusan. Namun satu hal yang sangat pasti, saya adalah satu dalam sifat. Kebusukan niat dan kemunafikan pasti meniscaya pada mahasiswa model saya.

Saya hidup dalam Negara Kesatuan Republik Entah Berantah (NKREB), dengan 200 juta lebih rakyatnya. Tinggal di salah satu provinsi negara itu, saya memiliki latar belakang yang tidak istimewa. Lahir dari keluarga biasa-biasa saja, ayah yang pegawai negeri, ibu yang patuh, dan saudara-saudara yang melek agama. Satu hal yang saya ingat pada bulan-bulan ini, waktu masih tinggal kampung saya selalu disuruh menancapkan bambu dengan ujung diatasnya diberi triplek bergambar pohon beringin. Ketika saya tanyakan pada ayah, beliau hanya menjawab "ayah kan pegawai negeri". Saya tidak pernah tahu apa hubungan pegawai negeri dengan pohon beringin waktu itu.

Kini saya adalah mahasiswa, saya tidak begitu pintar. Makanya saking inginnya ayah, memiliki anak yang bergelar sarjana, ia mengangguk saja ketika salah satu panitia SPMB menyodorkan kuitansi berjumlah sepuluh juta perak. Yang pasti, ayah ingin saya jadi lebih baik, lebih kaya, dan lebih pintar darinya. Dan hingga kini, dibenak kebanyakan orang tua di negeri ini gelar sarjana adalah satu-satunya jalan untuk menghantar anaknya menjadi kaya. Rumusannya sederhana, pendidikan=investasi, maka gelar sarjana adalah jalan tunggal menuju kekayaan.. Saya, yang tadinya berpikir dunia ini selebar kampung, ikut ikut saja tindakan Pak Carik menyuruh ayah memasang gambar pohon beringin, nerimo dengan separuh hasil panen yang telah dipotong tengkulak, ucapan guru sekolah adalah doktrin, serta fatwa guru ngaji adalah kebenaran tunggal.

Kini saya merasa menemukan panutan baru, yakni ketika saya merasa menjadi Marx muda saat membolak-balik Das Kapital. Saya tiba-tiba juga kemudian merasa hadir saat Karl Marx dan Frederich Engels merasa iba dengan kaum proletariat yang dihisap darahnya oleh kaum borjuis industri di Jerman dan Inggris pada awal kapitalisme dua abad silam. Pun saya adalah tentara Vladimir Lenin dalam revolusi 1917 atas kekaisaran Tsar Rusia. Selanjutnya saya juga merasa benar-benar sebagai aktifis gerakan prorakyat, menyatu dengan pemberontakan Che Guevara, dan akhirnya saya adalah seorang sosialis ilmiah sejati yang anti Hegelian.


Untuk itu, LAWAN adalah kata sakti untuk menunjukkan siapa saya sebenarnya. Rakyat bagi saya adalah komunitas orang-orang miskin, bodoh, dapat ditipu dan sangat membutuhkan pertolongan. Sedangkan borjuis adalah kumpulan-kumpulan aristokrat kapitalis yang bersetubuh dengan birokrat yang bejat, amoral, hedonis, penghisap, dan mereka adalah simbol kezaliman yang tiada tara. Mereka harus dilawan, dialektika materialistis harus ditegakkan, dan revolusi sosial yang total lewat class struggle harus dilakukan. Untuk itu para petani yang diserobot tanahnya oleh pengusaha, atau para karyawan yang di PHK adalah makanan empuk yang tidak boleh dilewatkan. Bagi saya mereka adalah komoditi unggul untuk mencapai kepopuleran.

Tiada lain organisasi pergerakan adalah pilihan paling strategis bagi saya. Bagi saya organiasai ini mirip gula jawa, dan pasti manis rasanya, makanya wajar jadi rebutan para semut macam saya. Organisasi macam ini--meminjam istilah Antonio Gramsi-- adalah organisasi intelektual organik, dan saya lebih tepat disebut sebagai intelektual organik itu, saya tidak lagi butuh pergerakan dalam pikiran, sebab saya harus kaya dan saya tidak ingin dikira intelektual salon. Saya lebih butuh pergerakan dalam kenyataan, sebab dengan itu popularitas akan mudah didapat. Pada akhirnya demonstrasi adalah pilihan satu-satunya, sebab corong-corong demokrasi telah dibekap oleh para konglomerat dengan uang hasil penggelapan pajak, BLBI, Bulog, mark up APBN dan APBD.

Setiap kali kebijakan miring pemerintah bagi saya adalah bubur ayam hangat yang harus buru-buru disantap. Dan setiap masa beraksi, saya selalu berkalkulasi siapa martir kali ini, dan memang harus ada martir. Ia adalah bumbu demontrasi untuk argumentasi bagi kesalahan polisi. Demonstran yang tewas adalah suhada yang menjadi tumbal keberhasilan aksi massa. Saya selalu ada ketika aksi untuk berorasi, untuk selanjutnya pergi menjauh ketika anarki massa sudah menjadi-jadi. Dan, saya memang harus kabur duluan, sebab tidakkah sebuah perlawanan akan redup ketika sang pemimpin mati? Makanya saya harus pergi duluan, biarlah mereka para martir itu yang mati, toh jika tidak mati disini mereka akan mati dihisap para borjuis. Inilah pledoi saya.

Setiap kali ada belang pejabat atau pengusaha akan saya santap. Demonstrasi di setting, dan kemudian saya akan berhitung pejabat mana yang bakal kena sasaran. Sebab anak buah saya dimana-mana, dari kampus hingga orang-orang bodoh dipelosok desa. Kemudian saya akan berlagak menjadi penjudi berkartu truf, niscaya pejabat itu ciut karenanya, sebab borok mereka ada ditangan saya. Sudah pasti, tiada tawar menawar disini, yang ada dan harus dipenuhi adalah berapa jumlah uang yang harus ia berikan pada saya. Jika tidak, rasakan sendiri akibatnya. Dipecat atau dipenjara, itu pilihan yang menakutkan pejabat rakus model dia dan mereka pantas mendapatkannya. Selanjutnya, demonstrasi bagi saya adalah dagangan yang bisa diperjualbelikan. Siapa yang punya musuh politik, pasti dengan senang hati menggunakan jasa saya.


Apakah saya juga termasuk rakus? Ah tidak, saya terhitung masih lebih bersih daripada pejabat itu. Bagi saya alasannya cukup rasional, dan benar. Argumen ini mirip dengan ironi LSM yang gembar-gembor menentang kapitalisme dan anti penjajahan, namun dengan tangan tertengadah meminta-minta pada donatur asing berbendera Amerika, Inggris, Belanda, Australia dan konco-konconya. Bukankah mereka agen-agen imperialis? Iya sih.., tetapi bagi saya ini seperti ajang pembalasan dengan menguras harta mereka kembali, sebab bukankah itu harta negara kita juga. Tetapi buat siapa dana itu? Ya buat saya sendiri, sebab saya kan sudah berjuang atas nama rakyat, jadi sudah sepantasnya saya memperoleh “gaji” besar. Lantas bagaimana dengan rakyat? Nanti dong, saya dulu yang kaya, baru mereka.

Kemudian setiap kali, ada undangan dari luar daerah untuk pertemuan mahasiwa misalnya. Bagi saya gampang sekali untuk bisa kaya karenanya. Saya tinggal sowan pada pejabat-pejabat yang kartu trufnya sudah ditangan. Kalaupun kartu itu tidak ada, tidak masalah bagi saya untuk pura-pura merendahkan diri di depan para pejabat itu untuk selanjutnya meminta uang transport. Tak lupa, saya sudah mark up proposal dua sampai tiga kali lipat. Ketika, waktunya berangkat saya tidak perlu repot-repot. Toh proposal itu hanyalah boongan, kalaupun toh benar ada undangan, saya tinggal cuap-cuap dengan baris-baris kata di laporan pertanggungjawaban

Ah mengenai proposal ini, saya cukup banyak diuntungkan. Sebab, sudah pasti anggaran untuk mahasiwa sudah tersedia di kemahasiswaan. Bagi saya itu sangat menguntungkan, sebab saya adalah orang nomor satu di lembaga eksekutif mahasiwa. Siapa juga yang akan berani berujar membongkar korupsi saya. Toh, lembaga legislatif mahasiswa adalah junior-junior saya di organisasi pergerakan. Singkat kata semua adalah orang-orang saya. Kalaupun toh ada yang usil, saya tidak pernah khawatir, sebab tentu saja satu-satunya mahasiwa yang paling dekat rektor dan pembantu-pembantunya adalah saya. Para pejabat universitas itu akan lebih percaya pada saya katimbang mereka.

Meskipun pers kampus sempat membuat saya khawatir. Setelah saya pikirkan, hal itu rupanya masalah yang paling sepele untuk diatasi. Paling tidak dengan mengirimkan beberapa preman mahasiswa ke kantor redaksi, atau intimidasi tiap wartawannya sudah membuat mereka kebat-kebit. Pun, dengan koneksi saya dengan rektor atas nama seluruh mahasiwa di kampus ini saya bisa meminta dihentikannya dana kemahasiwaan bagi mereka. Atau bisa juga dengan membuat pers tandingan, saya pikir itu mudah dilakukan.

Kuliahku? Ah gampang. Mana ada pejabat universitas yang berani, mereka segan pada saya. Saya adalah aktifis! Kata kunci ini begitu ampuh sejak reformasi 8 tahun yang lalu. Dengan sebutan ini para dosen itu akan terlihat kerdil dimata saya, demikian pula mereka selalu memandang besar pada saya. Dengan sebutan ini, dan ditambah koneksi saya dengan mudah meminta nilai. Belajar seperti mahasiswa lain bagi saya tidak perlu, toh para dosen sudah kenal saya. Lagipula mereka juga tidak tahu betapa malas dan bebalnya saya dalam belajar mata kuliah yang mereka ajarkan. Yang mereka tahu, saya adalah ketua Organisasi Pergerakan Mahasiwa (OPM). Lalu saya juga memimpin organisasi intrakampus.

Saya yakin, status yang banyak itu sudah cukup untuk mengelabuhi para dosen yang memang hanya berkutat pada diktat yang itu-itu saja. Seterusnya saya sudah cukup pintar dan tidak perlu lagi terbengong-bengong dibangku kuliah. Dan untungnya mereka percaya-percaya saja, kuliah saya hanyalah kebohongan belaka. Sebab itu memang perlu untuk memperoleh status pengangguran tak kentara, alias mahasiswa .

Ketika pulsa hand phone saya habis, saya tinggal membuat keterangan tidak mampu untuk selanjutnya mendapat beasiswa. Bagi saya itu gampang, dengan sebungkus rokok saja saya sudah dapat membujuk para pegawai universitas yang memang gemar disuap itu untuk mencantumkan nama saya sebagi penerima santunan. Plus, ini belum ditambah dengan koneksi saya disemua lingkungan administrasi kampus.

Lalu tak ketinggalan, citra baik, cerdas, aktif dan imej religius adalah sesuatu yang harus selalu saya munculkan setiap saat. Sebab ini penting untuk karier politik nanti. Untuk yang terakhir itu cukup gampang saya lakukan. Untuk mendekati kelompok religius saya tinggal rajin-rajin saja memakai pakaian religius. Tidak ketinggalan membawa kitab kecil. Taat agama bagi saya sangat mudah, tinggal pergi ke toko aksesoris religi, dan jadilah saya orang agamis dimata mereka. Untungnya lagi, kebanyakan mahasiswa kampus ini lebih mudah percaya simbol agama dari pada isi kepala dan hati. Apalagi, bagi saya amat mudah membohongi aktifis religi yang tentu saja tidak mau berburuk sangka.

Lalu tak ketinggalan, citra baik, cerdas, aktif dan imej religius adalah sesuatu yang harus selalu saya munculkan setiap saat. Sebab ini penting untuk karier politik nanti. Untuk yang terakhir itu cukup gampang saya lakukan. Untuk mendekati kelompok religius saya tinggal rajin-rajin saja memakai pakaian religius. Tidak ketinggalan membawa kitab kecil. Taat agama bagi saya sangat mudah, tinggal pergi ke toko aksesoris religi, dan jadilah saya orang agamis dimata mereka. Untungnya lagi, kebanyakan mahasiswa kampus ini lebih mudah percaya simbol agama dari pada isi kepala dan hati. Apalagi, bagi saya amat mudah membohongi aktifis religi yang tentu saja tidak mau berburuk sangka.

Padahal jujur saja, mereka tidak tahu jika saya tidak pernah perduli bagaimana susahnya perjalanan Marx muda melakukan bunuh diri kelas, dari seorang pembela mati-matian filsafat idealis Hegel menjadi seorang sosialisme ilmiah yang membenci Hegel. Demikian pula yakin saja, mereka juga tidak akan tahu jika saya tidak terlalu perduli dengan kesusahan Marx dan Engels menyaring materialismenya Feurbach. Atau apa perduli saya dengan dinginnya mayat Tan Malaka di Bengawan Solo.

Dan imej adalah persepsi dalam benak para dosen, mahasiswa dan pejabat-pejabat yang telah saya kibuli dan peras. Mereka tidak pernah tahu, saya tidur dan meniduri siapa tiap malamnya. Bagi saya, PSK tidaklah pantas untuk teman seranjang, sebab ada mahasiswi-mahasiswi muda yang cantik tapi bodoh yang bisa saya kelabui dengan retorika-retorika dan buaian impian masa depan. Kenyataannya siapa mahasiswi yang nggak tergila-gila pada aktifis model saya.

Dengan alasan organisasi atau sekedar tawaran menjadi pendamping dimasa depan, akan sangat mudah bagi saya melampiaskan nafsu bejat pada mereka. Kehamilan bukanlah hal yang menakutkan, toh banyak dokter praktek yang menawarkan jasa aborsi walaupun secara sembunyi-sembunyi tapi saya cukup tahu sispa-siapa mereka. Lain waktu oral sex atau kondom ditangan sudah cukup bagi saya. Untuk melakukan itu semua tidak sulit bagi saya. Tinggal pilih dimana tempatnya, di toilet kampus, gedung kosong, atau sekretariat organisasi kala senja tiba. Pun bisa saja mengunci rapat-rapat pintu kost atau menyewa hotel. Toh, kebanyakan kost disekitar kampus ini tidak mempunyai induk semang, lagian siapa yang mau usil kalau gue tidur di hotel.

^ "Wuih...berat ya topik sampeyan kali ini?"

* "Eiittt...ini belum selesai! Masih ada lanjutannya..!!"

Jumat, 16 November 2007

uniknya marga

Seperti biasanya, sore tadi saya pergi ke lapangan umum. Lari-lari kecil menarik-narik otot dengan keliling lapangan. Dua kali, saya pikir sudah cukup untuk mengeluarkan kumpulan asap rokok dari dalam paru.

^ “ceuy..ilee..olahraga nih sekarang? Memang untuk tujuan kesehatan atau hanya mau ngecengin dokter-doker cantik dari Menado itu?”

Aduuuhhh….capek, nafas ngos-ngosan. Kemudian saya menepi dibawah pohon. Istirahat sejenak sambil kembali mengatur nafas yang sedari tadi seolah mau lepas lewat dari mulut. Kembali melemaskan dan mengendorkan otot-otot yang tiba-tiba tegang mendadak.

Saat duduk-duduk santai, datang seorang teman menghampiri. Wajah yang tidak asing. Saya mengenalnya sebagai David. Masih nama yang sama ketika dia memperkenalkan diri 2 bulan lalu. “namaku David”, dia memperkenalkan diri, “saya Semprol”, jawab saya kemudian.
OK, sampai disitu tidak ada sesuatu yang aneh terjadi. Namun sel otak mulai tergelitik ketika secara tidak sengaja mendapati KTP-nya dari dalam dompet yang dia titip ke saya. Saya membaca namanya secara lengkap “David Bakarbesi”.

^ “Bakarbesi?”

* “Iya, Bakarbesi…”

^ “Hmmm…nama marga yang unik”

Ya nama marga yang cukup unik, setidaknya menurut saya. Dan ternyata kekaguman saya tidak berhenti sampai disana saja. Karena setelah itu, ternyata saya masih menemukan banyak orang-orang yang mempunyai nama marga yang aneh. Tangkepayung, Kalapadang, Tanggabarang bahkan Kalengsusu.

^ “Kalengsusu?”

* “Iya Kalengsusu atau saya salah baca, mungkin Kolangsusu”

^ “Jangan sampeyan katakan bahwa iparnya adalah Alexander Gentengbocor, bibinya bernama Maria Sendaljepit”

* “Hussshhh…jangan underestimate gitu!!”

Nah…kalau sodara mau mengamati dari Sabang sampai Merauke, sebenarnya sangat menarik untuk dilihat sistem penamaan dalam marga masing-masing. Dibeberapa daerah seperti Batak, Sulawesi Selatan, Menado, Maluku dan Papua, masih memakai sistem pemargaan sampai saat ini. Dibeberapa daerah seperti Jawa dan Bali malah tidak pernah mengunakannya sama sekali, kecuali untuk kaum bangsawan tentunya. Dibeberapa daerah lain, kepala desa diberi gelar “raja”, maka kemudian pedagang-pedagang Arab menamakan jazirah Moluk yang artinya “jazirah kerajaan-kerajaan kecil.

Di Eropa sana, nama marga diambil dari nama kakek. Di Belanda misalnya ada yang namanya “Huizen in ‘t veld” atau “Van den Broek” yang artinya rumah di lapangan dari celana. Di Swedia misalnya ada nama bangsawan “Svinhuvud” artinya kepala babi. Orang Ukrania atau Polandia ada yang nama keluarganya “Baran” yang artinya kambing/domba.

^ “Aneh ya…?”

* “Ah…tidak..tapi unik”

Kenapa harus ada marga? Saya belum tahu jawabnya. Mungkin, marga adalah salah satu bentuk penghormatan kepada leluhur. Atau masalahnya terkait dengan kepemilikian tanah jaman dulu. Secara kalau tidak punya nama keluarga susah untuk mengklaim hak milik marga. Tidak ada sistem tuan tanah. Secara tradisional tanah dibagi dalam pemilikan marga. Tanah pribadi hanya untuk mendirikan rumah dan pekarangannya.

Namun dari semuanya itu, menurut saya yang paling hebring soal nama marga adalah orang Batak. Kenapa saya bilang begitu? Dulu ketika berada di Medan, nah…. pas acara berita di TVRI, ada seorang reporter melaporkan begini ”Saya Elvis Presley dan Juwita (or someone else) melaporkan dari Aceh…”. Gokil ga…? Lain lagi suatu waktu Kapolres Cilandak dilantik dan namanya “Napoleon Bonaparte”, asli Batak, nah loe….

^ “Kalau sampeyan nama marganya apa?”

* “Semprolgebro”

Kamis, 15 November 2007

filosofi pinang

Pertama kali menginjakkan kaki di Papua, ada ketakjuban. Begitu luas Indonesia, sangat beragam rakyatnya. Begitu juga saat berada di Bandara Sentani, ada ketakjuban sekaligus sesuatu yang mengganjal mata saya.

Jadi begini...kalau di bandara Hassanudin atau bandara lain di Indonesia, selalu terpampang “Dilarang merokok disini!!” atau “Terimakasih anda tidak merokok di ruangan ini!!”. Hal berbeda akan sodara temui di bandara-bandara sepanjang tanah Papua. Disana sodara aka melihat “Dilarang meludah pinang disini!!”. Ya...meludah pinang. Kenapa? Saya sendiri masih bingung. Namun kemudian kebingungan saya terjawab setelah mengelilingi saya Papua cukup lama. Akhirnya saya menyadari bahwa, menjadi sebuah kebiasaan bagi warga papua untuk mengunyah pinang sekaligus meludah sembarangan.

Dikampung halaman saya, atau di Jawa, Melayu atau daerah Asia Tenggara, tradisi makan sirih pinang biasanya dilakoni oleh para tetua. Apalagi sekarang, dengan arus global dan informasi demikian luas dan cepat, praktis hanya kakek nenek saja yang masih mengunyah pinang. Para muda sangat jarang atau malah tidak ada yang meneruskan tradisi ini. Mereka meninggalkannya karena alasan sudah kuno, jadul, konservatif atau alasan lain yang menyiratkan bahwa tradisi tersebut sudah sangat jauh ketinggalan. Rokok menjadi pilihan lain yang lebih memberikan kelas tersendiri.

^ ”Lalu sampeyan sudah pernah makan pinang?”

* ”Pernah...tapi gak biasa, saya lebih terbiasa dengan lintingan, hehehehe…”

Nah...pinang (Areca catechu L) yang konon katanya berasal dari tanah Malaya (Malaysia), bagi orang Papua bisa diibaratkan seperti kudapan sehari-hari. Makanya jangan heran, disini sodara dengan mudah bisa menjumpai anak-anak mulai usia 5 tahun dengan mulut berwarna kemerahan, tanda sedang atau habis makan pinang. Makan pinang dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja saat diinginkan. Selain itu, kegiatan ini juga bernilai tinggi dalam adat kebiasaan masyarakat Papua. Sepanjang yang saya lihat, dalam upacara kelahiran, perkawinan, atau ritual adat lainnya, pinang adalah yang pertama disuguhkan kepada seluruh tamu yang hadir. Tak peduli apakah tamunya terbiasa makan pinang ataukah tidak.

^ ’”Nah sampeyan katanya mau cerita tentang filosofi Pinang? Kok malah cerita tentang Papua dan kampung sampeyan!”

* ’”Sabar dulu...!!! Ibarat sebuah tesis, salah kalau tanpa pendahuluan; seperti olahraga harus ada pemanasan dulu; ibarat persetubuhan tidak nyaman tanpa foreplay. Agar tidak keseleo. Iya to...?

^ ”Monggo kalau begitu.!!!”

Jadi...dalam tradisi makan pinang, ada bahan yang tidak terpisahkan, yaitu sirih, kapur dan gambir. Keempat bahan ini merupakan satu kesatuan. Ibarat bumbu masakan, bahan mesti tercampur merata. Ini yang saya temukan di kawasan barat Indonesia. Sedikit berbeda dengan di Papua, disini mereka sangat jarang yang menambahkan gambir. Saya tidak tahu sebabnya. Apakah mereka tidak terbiasa atau tidak tahu.

Sirih adalah tanaman tropis, tumbuh di Madagaskar, Timur Afrika, dan Hindia Barat. Kenapa saya bilang bahwa pinang merupakan tanaman tropis? Coba sodara amati, apa di Amerika, Inggris atau Antartika bisa ditemukan sirih? Tidak kan? Nah...sirih yang terdapat di Semenanjung Malaysia ada empat jenis, yaitu sirih Melayu, sirih Cina, sirih Keling, dan sirih Udang. Dalam bahasa Indonesia, dikenal berbagai nama jenis sirih seperti sirih Carang, Be, Bed, Siyeh, Sih, Camai, Kerekap, Serasa, Cabe, Jambi, Kengyek, dan Kerak.

* ”Maaf kalau saya terkesan menggurui, tapi pengetahuan ini baru saja saya baca dari buku. Jadi mumpung inget, maka saya ceritakan pada sodara...Sekali-sekali boleh to jadi guru?!!

^ ”Monggo...!!”

Sirih, konon melambangkan sifat rendah hati, memberi, serta senantiasa memuliakan orang lain.
Nah...makna ini ditafsirkan dari cara tumbuh sirih yang memanjat pada para-para, batang pohon sakat atau batang pohon api-api tanpa merusakkan batang atau apapun tempat ia hidup. Dalam istilah biologi disebut simbiosis komensalisme. Daun sirih yang lebat dan rimbun memberi keteduhan di sekitarnya.

Lain sirih, lain lagi kapur. Kapur diperoleh dari hasil pemrosesan cangkang kerang atau pembakaran batu kapur. Proses ini sebenarnya tidak baik untuk kelestarian lingkungan karena bahan yang dipakai biasanya cangkang kerang kima. Secara fisik, warnanya putih bersih, tetapi reaksi kimianya bisa menghancurkan. Kapur melambangkan hati yang putih bersih serta tulus, tetapi jika keadaan memaksa, ia akan berubah menjadi lebih agresif dan marah.

^ ”Ah...ngarang sampeyan, dari mana dapat makna begitu? Dibuku juga?”

* “Hehehe...iya”.

Di Jawa atau Bali, biasanya tradisi makan pinang selalu ditambahkan gambir. Seperti sirih, gambir juga adalah tumbuhan yang terdapat di Asia Tenggara, termasuk dalam keluarga Rubiaceae. Daunnya berbentuk bujur telur atau lonjong, dan permukaannya licin. Bunga gambir berwarna kelabu. Gambir juga dimanfaatkan sebagai obat, antara lain untuk mencuci luka bakar dan kudis, mencegah penyakit diare dan disentri, serta sebagai pelembap dan menyembuhkan luka di kerongkongan. Nah…pengetahuan ini saya dapat waktu kuliah Struktur Anatomi Tumbuhan.

Gambir memiliki rasa sedikit pahit, melambangkan keteguhan hati. Makna ini diperoleh dari warna daun gambir yang kekuning-kuningan serta memerlukan suatu pemrosesan tertentu untuk memperoleh sarinya, sebelum bisa dimakan. Dimaknai bahwa sebelum mencapai sesuatu, kita harus sabar melakukan proses untuk mencapainya.

^ ”Rumit juga ya simbolisasinya. Bagaimana dengan pinang?”

Pinang dalam bahasa Hindi buah ini disebut supari, dan pan-supari untuk menyebut sirih-pinang. Bahasa Malayalam menamakannya adakka atau adekka, sedang dalam bahasa Sri Lanka dikenal sebagai puvak. Masyarakat Thai menamakannya mak, dan orang Cina menyebutnya pin-lang.

Pinang merupakan lambang keturunan orang yang baik budi pekerti, jujur, serta memiliki derajat tinggi. Bersedia melakukan suatu pekerjaan dengan hati terbuka dan bersungguh-sungguh. Makna ini ditarik dari sifat pohon pinang yang tinggi lurus ke atas serta mempunyai buah yang lebat dalam setandan.

Nah…dengan memakan serangkai pinang ini, merupakan simbolis dari harapan untuk menjadi manusia yang selalu rendah hati dan meneduhkan layaknya sirih. Hati bersih, tulus tapi agresif seperti kapur. Sabar dan hati yang teguh bak sang gambir. Jujur, lurus hati dan bersungguhsungguh layaknya pohon pinang. Ya...setidaknya begitulah makna filosofis dari tradisi makan pinang.

^ “Sepertinya harus menarik nafas mendengar cerita panjang sampeyan. Bagaimana kalau kita mampir ke warung Bu Lestari. Ngopi sambil rokokan dan mencoba makan pinang”

* ”Ayooo...tapi sodara yang bayar ya..!!!”

mengapa ngelindur-susahtidur?

Tadinya saya kepengen buat blog susahtidur, secara memang susah tidur. Yaaahhh...akhir-akhir ini saya memang susah memejamkan mata. Mau tau alasannya? Banyak...salah satunya adalah kebiasaan ber-cetingria sampai pagi.

^”Chating sampai pagi? Emang gak ada kerjaan lain apa?”

Ya...awalnya kegiatan chating saya pakai sekedar melepas kepenatan siang saja, ditengah pekerjaan yang numpuk, deadline, ditambah ruangan sumpek dan panas. Lama kelamaan kegiatan ini jadi kebiasaan, saya ketagihan pada akhirnya. Ada banyak teman yang bisa diajak ngobrol tentang apa saja. Obrolan ringan mulai masalah hobby, musik, buku, keluarga, sampai masalah sex. Nah...point terakhir ini yang biasanya tidak pernah kehabisan bahan, obrolan seru sampai lupa waktu....eeeee...taunya sudah pagi beneran.

^ ”Hah...Dasar...”

Nah...setelah beberapa bulan, kegiatan ini akhirnya mengubah ritme biologis saya. Pagi tidur, siang kerja, malem ceting. Sialnya ketika sudah tidak ada teman chating, ketika tidak ada sesuatu yang bisa dikerjakan lagi, ketika mata maunya tidur, lhaa......otak ini susah diajak kompromi. Maunya jalan-jalan mulu

Ok..kembali lagi ke masalah ”id”. Setelah mikirmikir cari ide ”id”, putarputar kepala, putar lengan sampai putar pinggul ngebor kayak Inul akhirnya ketemunya....kembali lagi pada ide awal. Hmmm...”susahtidur’ kayaknya memang cocok dan cantik. Tapi yang bikin kesel adalah, rupanya sudah ada yang menggunakan id tersebut. Wadoooohhhh....sial

* ”Siapa sih dia? Uenak aja menjiplak ide orang...”

^ ”Eit...eit...nanti dulu, yang menjiplak itu siapa? Dia atau sampeyan?...”

* ”Mbuh lah...pokoknya yang ada dikepala saya ya id itu yang bagus dan saya pengen yang itu”

^ "Lha wong sudah ada yang punya id itu kok...sampeyan ngeyel...Bikin yang lain napa? Kreatif ke dikit!! Ntar yang punya internet susah ngenalin sampeyan”.

* "Lha bukan urusan saya to?"

^ "Lho...lho...bukan urusan gimana? Trus ngapain sampeyan akhirnya menggunakan id lain?"

* ”Mbuh lah, yang punya internet gak mau diajak kompromi, terpaksa...”

Begitulah kisahnya kenapa akhirnya saya menggunakan ”neglindur-sebelumtidur”. Yah.... namanya juga blog ”ngelindur-sebelumtidur”, ya....isinya corat-coret naif sebelum tidur, apa yang ada dikepala sesaat sebelum tidur, yang sedang terpikirkan menjelang tidur, ngelindur menuju tidur. Tergantung maunya pemilik blog, terbit kapan saja kalau memang tidak bisa tidur, gak punya tema selain membuang waktu menjelang tidur, tanpa konsep hanya isi kepala sebelum tidur. Wis...pokok’e, hidup tidur..!!! Sodara...mau baca?...silahkan...terimakasih. Gak dibaca...juga gak apa-apa, gak ngaruh kok. Sekedar mampir saja... juga tidak dilarang, gak bayar juga...

^ ”Dari tadi ngomongnya dur-dur mulu...Ada yang lain gak?

* ”Ada”

^ ”Apa?”

* ”Saya mau tidur...”