Selasa, 20 November 2007

cenderawasih dalam tari

Dua bulan ini saya mempunyai kebiasaan baru sehabis jam kerja. Pertama adalah olahraga sore di lapangan dan yang kedua setelah olahraga saya segera menuju halaman rumah sebelah kantor. Ada apa disana? Sekelompok anak-anak muda sedang latihan menari. Tarian Cenderawasih.

Ada yang menarik dari tarian ini. Pertama, anak-anak muda ini sangat fasih mengekspresikan geliat burung cenderawasih dalam tarian. Kedua, berbicara tentang burung cenderawasih, meskipun saya sudah hampir setahun berada di papua, namun baru sekali saja melihat burung ini menari di alam. Itupun saya harus berjalan 2 (dua) hari untuk sampai pada habitat burung ini. Pertanda apa ini?

^ ”Sampeyan kok seperti paranormal, bicara pertanda..”

* ”Lha memang burung ini memang tidak jauh dari paranormal dan takhayul kok”

Burung Cenderawasih termasuk dalam keluarga Paradisaeidae. Jadi sebenarnya burung ini sekeluarga dengan burung gereja. Artinya...diluar keindahan bulu yang dimiliki oleh burung ini, sesungguhnya dia termasuk jenis burung yang berkicau primitif. Tidak beda jauh dengan Jalak Bali.

^ ”Maksud sampeyan mereka mempunyai nasib yang sama gitu? Menuju kepunahan?

Dari sekitar 45 jenis burung yang disebut Cenderawasih, yang paling terkenal karena bulu mereka adalah jenis dari genus Paradisaea. Yaitu termasuk jenis burung Cenderawasih besar, Paradisaea apoda

Jenis ini digambarkan dari contoh yang dibawa ke Eropa selama ekspedisi perdagangan rempah-rempah abad 16. Spesimen ini disediakan oleh para saudagar dengan membuang kaki dan sayap mereka. Hal inilah yang mendorong kepada kepercayaan bahawa burung ini tidak punya kaki, sehingga tidak pernah hinggap tetapi tetap melayang hanya oleh bulu mereka. Kejadian ini pula yang akhirnya memberi mereka nama dalam bahasa inggris sebagai "burung sorga - birds of paradise" dan nama ilmiah ”apoda” tanpa kaki.

Celakanya, cerita ini kemudian berkembang menjadi takhayul bahwa burung Cenderawasih berasal dari dari kayangan. Ia dikatakan hanya minum air embun dan apabila ia jatuh di bumi, ia akan mati, namun badannya tidak akan hancur. Konon burung ini membawa tuah pula, berkhasiat tinggi sebagai obat. Ia juga dikaitkan dengan pelaris kepada siapa saja yang memilikinya. Burung cenderawasih juga dipercayai sebagai penjaga sejenis batu permata (zamrud hijau) yang tinggi nilainya di masyarakat nusantara.

^ ”Ternyata burung ini banyak manfaatnya ya?”

Saya berkesimpulan bahwa takhayul ini sebagai biang keladi menurunnya populasi burung ini di Papua. Kepercayaan salah kaprah ini seperti pisau bermata 2. Satu sisi menyebabkan orang berlomba-lomba untuk mendapatkan burung tersebut. Namun disisi lain bisa menjadi senjata sebagai opsi melindungi burung ini dari kepunahan. Namun sayangnya justru sisi yang pertama lebih dominan.

Mungkin dengan melihat kembali tarian Cenderawsih yang dimainkan oleh anak-anak muda Papua dengan penuh ironi ini, kiranya dapat membangkitkan kesadaran kita bahwa burung ini butuh privasi untuk berkembang biak. Mereka butuh perlindungan terhadap habitatnya agar bisa beranak pinak. Dan pada akhirnya saya dan sodara tidak perlu lagi berjalan 2 hari untuk dapat melihat burung tersebut.

^ ”Tapi aku butuh 2 juta untuk sampai ke Papua”

Tidak ada komentar: