Jumat, 16 November 2007

uniknya marga

Seperti biasanya, sore tadi saya pergi ke lapangan umum. Lari-lari kecil menarik-narik otot dengan keliling lapangan. Dua kali, saya pikir sudah cukup untuk mengeluarkan kumpulan asap rokok dari dalam paru.

^ “ceuy..ilee..olahraga nih sekarang? Memang untuk tujuan kesehatan atau hanya mau ngecengin dokter-doker cantik dari Menado itu?”

Aduuuhhh….capek, nafas ngos-ngosan. Kemudian saya menepi dibawah pohon. Istirahat sejenak sambil kembali mengatur nafas yang sedari tadi seolah mau lepas lewat dari mulut. Kembali melemaskan dan mengendorkan otot-otot yang tiba-tiba tegang mendadak.

Saat duduk-duduk santai, datang seorang teman menghampiri. Wajah yang tidak asing. Saya mengenalnya sebagai David. Masih nama yang sama ketika dia memperkenalkan diri 2 bulan lalu. “namaku David”, dia memperkenalkan diri, “saya Semprol”, jawab saya kemudian.
OK, sampai disitu tidak ada sesuatu yang aneh terjadi. Namun sel otak mulai tergelitik ketika secara tidak sengaja mendapati KTP-nya dari dalam dompet yang dia titip ke saya. Saya membaca namanya secara lengkap “David Bakarbesi”.

^ “Bakarbesi?”

* “Iya, Bakarbesi…”

^ “Hmmm…nama marga yang unik”

Ya nama marga yang cukup unik, setidaknya menurut saya. Dan ternyata kekaguman saya tidak berhenti sampai disana saja. Karena setelah itu, ternyata saya masih menemukan banyak orang-orang yang mempunyai nama marga yang aneh. Tangkepayung, Kalapadang, Tanggabarang bahkan Kalengsusu.

^ “Kalengsusu?”

* “Iya Kalengsusu atau saya salah baca, mungkin Kolangsusu”

^ “Jangan sampeyan katakan bahwa iparnya adalah Alexander Gentengbocor, bibinya bernama Maria Sendaljepit”

* “Hussshhh…jangan underestimate gitu!!”

Nah…kalau sodara mau mengamati dari Sabang sampai Merauke, sebenarnya sangat menarik untuk dilihat sistem penamaan dalam marga masing-masing. Dibeberapa daerah seperti Batak, Sulawesi Selatan, Menado, Maluku dan Papua, masih memakai sistem pemargaan sampai saat ini. Dibeberapa daerah seperti Jawa dan Bali malah tidak pernah mengunakannya sama sekali, kecuali untuk kaum bangsawan tentunya. Dibeberapa daerah lain, kepala desa diberi gelar “raja”, maka kemudian pedagang-pedagang Arab menamakan jazirah Moluk yang artinya “jazirah kerajaan-kerajaan kecil.

Di Eropa sana, nama marga diambil dari nama kakek. Di Belanda misalnya ada yang namanya “Huizen in ‘t veld” atau “Van den Broek” yang artinya rumah di lapangan dari celana. Di Swedia misalnya ada nama bangsawan “Svinhuvud” artinya kepala babi. Orang Ukrania atau Polandia ada yang nama keluarganya “Baran” yang artinya kambing/domba.

^ “Aneh ya…?”

* “Ah…tidak..tapi unik”

Kenapa harus ada marga? Saya belum tahu jawabnya. Mungkin, marga adalah salah satu bentuk penghormatan kepada leluhur. Atau masalahnya terkait dengan kepemilikian tanah jaman dulu. Secara kalau tidak punya nama keluarga susah untuk mengklaim hak milik marga. Tidak ada sistem tuan tanah. Secara tradisional tanah dibagi dalam pemilikan marga. Tanah pribadi hanya untuk mendirikan rumah dan pekarangannya.

Namun dari semuanya itu, menurut saya yang paling hebring soal nama marga adalah orang Batak. Kenapa saya bilang begitu? Dulu ketika berada di Medan, nah…. pas acara berita di TVRI, ada seorang reporter melaporkan begini ”Saya Elvis Presley dan Juwita (or someone else) melaporkan dari Aceh…”. Gokil ga…? Lain lagi suatu waktu Kapolres Cilandak dilantik dan namanya “Napoleon Bonaparte”, asli Batak, nah loe….

^ “Kalau sampeyan nama marganya apa?”

* “Semprolgebro”

Tidak ada komentar: